Belajar Melihat dengan Kasih
Yesus berkata, “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.” Perkataan ini bukan sekadar nasihat moral, melainkan undangan untuk hidup dalam kerendahan hati dan kasih. Kita sering tergoda untuk cepat menilai orang lain: dari penampilan, ucapan, bahkan kelemahannya yang tampak jelas. Tapi Yesus mengingatkan, sebelum kita menunjuk kesalahan orang lain, lihatlah dahulu ke dalam diri sendiri.
Ia menggambarkan dengan sangat tajam: bagaimana mungkin kita melihat selumbar di mata saudara kita, sementara balok di mata sendiri tidak kita sadari? Ini bukan hanya soal ukuran kesalahan, tapi tentang sikap hati. Ketika kita sibuk mencari kekurangan orang lain, kita bisa menjadi buta terhadap dosa dan kelemahan kita sendiri. Akibatnya, kita kehilangan kemampuan untuk mengasihi dengan tulus.
Yesus tidak melarang kita untuk menegur atau menasihati. Tapi Ia ingin agar kita melakukannya dengan kerendahan hati, bukan dengan penghakiman. Orang yang menyadari bahwa dirinya juga rapuh akan lebih lembut dalam menyentuh luka sesama. Ia tidak datang sebagai hakim, melainkan sebagai saudara yang mau membantu.
Renungan ini menantang kita untuk berkaca. Apakah kita lebih mudah mengkritik daripada memahami? Apakah kita lebih cepat menilai daripada mengampuni? Apakah kita mengandalkan standar kita sendiri, ataukah kita belajar memandang orang lain dengan mata Kristus yang penuh belas kasih?
Hari ini, marilah kita membuka hati untuk diubah. Biarlah Roh Kudus menyingkap “balok” yang mungkin tersembunyi dalam hati kita—kesombongan, kepahitan, atau ketidaksabaran. Dengan demikian, kita dimurnikan dan dimampukan untuk menjadi berkat bagi sesama, bukan batu sandungan.