Kamis, 7 Agustus 2025
Pekan Biasa XVIII
Warna Liturgi: Hijau
Channel Youtube Paroki St. Stephanus Cilacap
SUMBER RENUNGAN: Buku Ruah; https://penakatolik.com/ dan https://www.youtube.com/@SalamFreshJuice
Pekan Biasa XVIII
Warna Liturgi: Hijau
Channel Youtube Paroki St. Stephanus Cilacap
SUMBER RENUNGAN: Buku Ruah; https://penakatolik.com/ dan https://www.youtube.com/@SalamFreshJuice
Mari bersujud menyembah, berlutut di hadapan Tuhan pencipta kita. Dialah gembala kita, kita domba-domba kawanan-Nya.
Marilah berdoa: Allah Bapa Yang Maha Pengasih, Yesus Kristus, Putra-Mu menjadi Sumber Air yang memuaskan dahaga kami akan penyertaan-Mu. Semoga kami senantiasa taat melaksanakan sabda-Mu, agar kami pun menjadi pembawa damai bagi dunia. Dengan pengantaraan Tuhan kami,...
U: Amin.
BACAAN PERTAMA: Bacaan dari Kitab Bilangan (20:1-13)
1Pada masa itu sampailah segenap umat Israel di padang gurun Zin pada bulan pertama. Mereka lalu tinggal di Kadesh. Di sana Miryam meninggal dunia dan dikuburkan.
2Sekali peristiwa tidak ada lagi air minum bagi umat. Maka berkumpullah mereka mengerumuni Musa dan Harun. 3Mereka bertengkar dengan Musa, katanya, “Mengapa kami tidak mati binasa pada saat saudara-saudara kami mati di hadapan Tuhan? 4Mengapa kalian memimpin jemaat Tuhan ke padang gurun ini? Mengapa kami dan ternak kami harus mati di sini? 5Mengapa kalian memimpin kami keluar dari Mesir dan membawa kami ke tempat celaka ini? Ini bukan tempat untuk menabur, tidak ada pohon ara, anggur, dan delima, bahkan air minum pun tidak ada!” 6Maka pergilah Musa dan Harun meninggalkan umat; mereka masuk ke Kemah Pertemuan, dan bersujud. Lalu mereka berseru kepada Tuhan, “Ya Tuhan Allah, dengarkanlah seruan umat-Mu, dan bukalah harta benda-Mu, sumber air hidup, agar mereka dipuaskan lalu berhenti menggerutu.” Maka tampaklah kemuliaan Tuhan kepada mereka. 7Tuhan lalu bersabda kepada Musa, 8Ambillah tongkatmu itu dan bersama dengan Harun, kakakmu, suruhlah umat berkumpul. Katakanlah di depan mata mereka, kepada bukit batu itu, supaya memberikan air. Maka engkau akan mengeluarkan air bagi mereka dari bukit batu itu dan memberi minum umat beserta ternaknya.” 9Musa lalu mengambil tongkat itu dari hadapan Tuhan, seperti diperintahkan Tuhan kepadanya. 10Sesudah itu Musa dan Harun mengumpulkan jemaat itu di depan bukit batu. Berkatalah Musa kepada mereka, “Dengarkanlah, hai orang durhaka! Masakan kami dapat mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini!” 11Kemudian Musa mengangkat tangannya, lalu memukul bukit batu itu dua kali dengan tongkatnya. Maka keluarlah banyak air, sehingga umat dan ternak mereka dapat minum.
12Tetapi Tuhan bersabda kepada Musa dan Harun, “Karena kalian tidak percaya kepada-Ku, dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan orang Israel, maka kalian tidak akan membawa umat ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka.” 13ltulah mata air Meriba, tempat orang Israel bertengkar dengan Tuhan, dan Tuhan menunjukkan kekudusan-Nya di tengah-tengah mereka.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah
Marilah kita bernyanyi-nyanyi bagi Tuhan, bersorak-sorai bagi gunung batu keselamatan kita. Biarlah kita menghadap wajah-Nya dengan lagu syukur, bersorak-sorai bagi-Nya dengan nyanyian mazmur.
Masuklah, mari kita sujud menyembah, berlutut dihadapan Tuhan yang menjadikan kita. Sebab Dialah Allah kita; kita ini umat gembalaan-Nya serta kawanan domba-Nya.
Pada hari Ini, kalau kamu mendengar suara-Nya, janganlah bertegar hati seperti di Meriba, seperti waktu berada di Masa di padang gurun, ketika nenek moyangmu mencobai dan menguji Aku, padahal mereka melihat perbuatan-Ku.
Engkaulah Petrus, dan di atas batu karang ini akan Kudirikan jemaat-Ku. Dan alam maut takkan menguasainya. Alleluya
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (16:13-23)
13Sekali peristiwa Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi. la bertanya kepada murid-murid-Nya, “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” 14Jawab mereka, “Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis; ada juga yang mengatakan: Elia, dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi.” 15Lalu Yesus bertanya kepada mereka, “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” 16Maka jawab Simon Petrus, “Engkaulah Mesias, Anak Allah yang hidup!” 17Kata Yesus
kepadanya, “Berbahagialah engkau, Simon anak Yunus, sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku di Surga. 18Dan Aku pun berkata kepadamu, ‘Engkaulah Petrus, dan di atas batu karang ini akan Kudirikan jemaat-Ku, dan alam maut takkan menguasainya. 19Kepadamu akan kuberikan kunci Kerajaan Surga. Apa saja yang kauikat di dunia ini akan terikat di Surga, dan apa saja yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di Surga.” 20Lalu Yesus melarang murid-murid-Nya memberitahukan kepada siapa pun, bahwa Dialah Mesias.
21Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa la harus pergi ke Yerusalem, dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala, dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. 22Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegur Dia, katanya, “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau.” 23Tetapi Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus, “Enyahlah Iblis! Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau memikirkan bukan yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”
Demikianlah Sabda Tuhan
U. Terpujilah Kristus
Yesus pernah bertanya kepada para murid-Nya: “Menurut kamu, siapakah Aku ini?” (Mat 16:15). Pertanyaan ini bukan hanya ditujukan kepada para murid pada zaman itu, tetapi juga kepada setiap kita yang mengaku sebagai pengikut Kristus hari ini. Jawaban kita atas pertanyaan ini akan menentukan bagaimana kita hidup, mengambil keputusan, serta membentuk relasi kita dengan Tuhan dan sesama.
Dalam perikop ini, Petrus tampil sebagai tokoh utama. Ia menjawab dengan tegas dan penuh iman: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” (ayat 16). Jawaban ini membuat Yesus memujinya dan menyatakan bahwa pengakuan itu bukan hasil pikiran manusia, melainkan wahyu dari Bapa di surga. Karena imannya, Petrus menerima peran penting dalam Gereja: “Engkau adalah Petrus, dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku.”
Namun, tidak lama setelah pujian itu, Petrus ditegur dengan keras oleh Yesus: “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku.” (ayat 23). Mengapa perubahan sikap Yesus begitu drastis? Karena Petrus, meski beriman, belum sepenuhnya memahami misi Mesias yang sesungguhnya. Ia menolak gagasan bahwa Yesus harus menderita, disalibkan, dan wafat. Ia berpikir dengan logika manusia, bukan dengan cara pandang Allah.
Renungan ini mengingatkan kita bahwa iman bukan hanya soal mengakui siapa Yesus, melainkan juga menerima sepenuhnya jalan-Nya—termasuk salib, penderitaan, dan pengorbanan. Banyak dari kita mungkin juga seperti Petrus: dengan mudah mengaku Yesus sebagai Tuhan dalam doa dan pujian, tetapi menolak salib dalam kehidupan nyata. Kita ingin mengikuti Yesus selama jalan-Nya nyaman dan sesuai dengan harapan kita. Namun ketika jalan itu menuntut kerendahan hati, penderitaan, atau pengorbanan, kita mulai mundur.
Yesus mengajak kita untuk melihat lebih dalam dan memahami bahwa salib bukan akhir dari segalanya, tetapi jalan menuju kebangkitan. Menerima salib berarti menerima kasih yang rela berkorban, yang memberi hidup, dan yang menyelamatkan.
Petrus adalah contoh bahwa iman adalah perjalanan. Ia bisa jatuh, bisa keliru, tetapi ia tetap dibimbing oleh Yesus, dan akhirnya menjadi gembala Gereja yang setia. Demikian juga kita—dalam keterbatasan, Tuhan tetap mengasihi dan membentuk kita menjadi batu karang bagi sesama, selama kita mau belajar dan membuka hati terhadap kehendak-Nya.
Hari ini, mari kita bertanya pada diri sendiri: “Siapakah Yesus bagiku?” Apakah hanya Tuhan yang menyelamatkan, atau juga Tuhan yang memanggilku untuk memikul salib bersama-Nya? Mari kita berani menjawab dengan hati yang jujur dan terbuka.
Tuhan Yesus, ajarlah kami untuk tidak hanya mengenal-Mu dalam kemuliaan, tetapi juga setia kepada-Mu dalam penderitaan. Amin.